Refleksi Hari Santri dan Sumpah Pemuda; Membangun Etos Nasionalisme Santri dan Pemuda di Era Global


Bulan Oktober merupakan bulan yang istimewa bagi bangsa Indonesia, khususnya bagin pemuda dan santri. Terdapat dua peristiwa bersejarah di dalam bulan Oktober yang patut diperingati. Dua peristiwa tersebut adalah Hari Santri Nasional dan Hari Sumpah Pemuda. Ikrar Sumpah Pemuda yang dikumandangkan di dalam Kongres II Pemuda, pada 28 Oktober 1928 telah mampu meleburkan ego suku, ras dan agama menjandi satu kesatuan menuju Kejayaan Indonesia. Sementara itu, peringatan Hari Santri Nasional tanggal 22 Oktober sengaja dipilih karena bertepatan dengan tanggal deklarasi maklumat Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama (NU) oleh KH Hasyim Asy’ari. Inilah resolusi yang sangat berpengaruh besar bagi tercapainya kemerdekaan bangsa, terutama karena para pemuda, khususnya kalangan santri sontak tersengat semangat nasionalisme mereka dan kemudian tanpa ragu bergegas ke medan jihad melawan penjajah.

Hari Santri dan Hari Sumpah Pemuda telah menobatkan pelajar, santri, dan kaum muda menjadi aktor penggeraknya. Sejarah telah mencatat, peran pemuda dan kaum terpelajar sangatlah besar bagi tercapainya kemerdekaan. Persatuan dan kesatuan telah mengubah model perlawanan terhadap penjajahan. Jika sebelumnya perlawanan terhadap penjajahan harus dilakukan dengan mengangkat senjata dan menaruhkan nyawa yang tidak terbilang banyaknya, maka para pemuda dan kaum terpelajar telah mengubahnya dengan diplomasi dan kooperatif. Begitu juga dengan santri, di akhir abad 19, kelompok santri lebih banyak mengangkat senjata untuk melawan imperialisme, perlahan mulai mengubah strategi perlawanannya. Awal abad 20, para kiai dan santri mendirikan lembaga pendidikan dan pesantren untuk membangun kekuatan mental melawan penjajahan.

Saat ini adalah era baru yang lebih modern dan lebih global telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Jika dahulu para pemuda dan santri berperang melawan kolonialisme dan imperialisme, pemuda dan santri masa kini harus berhadapan dengan liberalisme dan kemajuan teknologi. Musuh kaum muda dan santri saat ini adalah kemiskinan, kebodohan, dan ancaman pengaruh ideologi-ideologi yang mengancam keutuhan bangsa.

Kita semua sudah tahu bahwa kita telah masuk pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Era ini, tidak hanya membuka arus perdagangan barang antar negara di Asia Tenggara, tetapi juga berpengaruh terhadap pasar tenaga kerja. Persaingan di bursa tenaga kerja akan semakin ketat. MEA adalah era kompetisi yang sangat keras. Jika nilai kompetisi generasi muda lemah, maka pekerja-pekerja dan professional dari luar negeri akan menyerbu dan mengisi posisi-posisi strategis di perekonomian Indonesia. Oleh sebab itu, kaum muda dan santri harus bersungguh-sungguh mempersiapkan diri menuju era global.

Globalisasi juga turut membawa masuknya ideologi-ideologi yang mengancam keutuhan bangsa, di antaranya Radikalisme. Radikalisme merupakan tantangan tersendiri bagi kaum muda hari ini. Baik “radikalisme kiri” maupun “radikalisme kanan”, sama-sama memiliki potensi untuk merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan yang sudah dan sedang bersemai di rumah Indonesia dalam pangkuan Ibu Pertiwi dan pandangan hidup Pancasila. Gerakan ideologi radikalisme kanan yang memakai jubah agama mapun maupun radikalisme kiri dengan coraknya yang khas berusaha dengan berbagai macam cara dan dari segala sisi untuk menggerogoti dasar dan pandangan hidup bangsa, dari dalam mapun luar. Pada titik inilah dituntut untuk tetap mampu menjaga Pancasila sebagai agama sipil (civil religion) di Indonesia. Menjaga kekayaan warisan budaya, bahasa, agama, ras dan suku bangsa dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.

Jika kemampuan berkompetisi kita lemah ditambah lagi dengan pemahaman nilai-nilai luhur bangsa serta nasionalisme lemah, maka tidak ada lagi yang bisa dipertahankan negeri ini. Oleh sebab itu, di era global seperti sekarang ini, kaum muda santri harus mulai bangkit kembali membangun tatanan budaya, ekonomi dan pendidikan agar muncul kembali semangat pejuang-pejuang yang telah mewariskan Indonesia kepada kita. Mereka rela mengorbankan jiwa, raga dan harta untuk kemerdekaan bangsa tercintanya. Maka, kita juga harus rela mengorbankan waktu, tenaga dan harta untuk kemaslahatan bangsa Indonesia.

Peringatan hari Santri Nasional dan Hari Sumpah pemuda tahun ini bertepatan dengan Haul pendiri KH. Musthofa Abdul Karim, pendiri Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan. Dalam rangka itulah IAI Tarbiyatut Tholabah pada 21 Oktober  2020 kemarin menggelar Webinar Hari Santri Nasional Dan Hari Sumpah Pemuda dengan tema Refleksi Hari Santri dan Sumpah Pemuda; Membangun Etos Nasionalisme Santri dan Pemuda di Era Global”. Webinar tersebut menghadirkan beberapa Tokoh nasional:

      1. H. Abdullah Mas’ud (Kepala Bidang Organisasi KEMENPORA RI), tema ”Refleksi sumpah pemuda era milenial; menciptakan generasi muda yang kreetif dan mandiri”.
      2. Dr. H. Emil Elestianto Dardak, B.Bus., M.Sc.  (Inspirator Muda/ Wakil Gubernur Jawa Timur), tema “Santri dan pemuda untuk negeri; peran dan kontribusinya dalam pembangunan negeri”.
      3. H. Thoriqul Haq, MML. (Inspirator Muda/ Bupati Lumajang Jawa Timur), tema “Santri sebagai agent of change; peluang dan tantangan santri dalam birokrasi pemerintahan”.
      4. Inaya Wahid (Pelopor Pemuda Inspiratif/ Putri Bungsu Gus Dur), tema “Tantangan dan peluang pemuda di era 4.0”.

Rektor IAI TABAH Dr. Alimul Muniroh M.Ed. dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada narasumber yang berkenan meluangkan waktu untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan sivitas akademika IAI TABAH. Menurut Alimul, salah satu berkah pandemi Covid-19 ini adalah dapat lebih banyak  bershilaturrahmi dengan banyak orang walaupun hanya secara virtual. "Seringkali kita ingin menghadirkan tokoh-tokoh muda inspiratif di kampus ini tapi karena waktu dan jarak, keinginan itu tidak telaksana. Pandemi ini seakan mampu memotong waktu dan jarak sehingga memudahkan kita untuk bershilaturrahmi", ungkap Ibu Rektor. Beliau juga menegaskan bahwa mahasiswa, pemuda dan santri harus bisa mengambil peran yang nyata dalam masyarakat, baik melalui pendampingan maupun partisipasi aktif dalam kegiatan keagamaaan dan kemasyarakatan.


Pembicara pertama, Bupati Lumajang H. Thoriqul haq, MML. atau yang lebih akrab dipanggil Cak Thoriq dalam webinar ini banyak berbagi pengalaman dan capaian-capainnya sebagai Bupati seperti kebijakan pengelolaan tambang pasir, penyelesaian kasus Salim Kamcil, penutupan pusat prostitusi. program ngeramut tonggo serta inovasi pembelajaran masa covid-19 dengan guru sambang, dan lain-lain. Menurutnya, semua kebijakan dan capaian-capaian tersebut tidak lepas dari pengalamannya sebagi santri. "Santri dituntut untuk berpikir out of the meanstreams atau dalam istilah disebut dengan khoriq al-adah, tetapi arahnya harus kepada keperpihakan terhadap yang lemah", tegas Cak Thoriq. Berikut adalah konsep pengambilan kebijakan yang sering dijadikan pijakan oleh Cak Thoriq, konsep ini juga bisa diterapkan dalam pendampingan-pendampingan masyarakat yang sering dilaksanakan oleh perguruan tinggi.





Sementara itu, pembicara kedua Mbak Inaya wahid mengajak para pseserta webinar untuk banyak bersyukur karena ditakdirkan hidup di negara demokrasi seperti Indonesia, karena siapapun kita, dari mana asalnya, akan tetap tetap dihargai dan mendapatkan tempat. Wajah demokrasi kita hari ini, apapun itu bentuknya, itu bukan sesuatu yang serta merta muncul begitu saja tetapi dibangun dengan penuh pengorbanan. Agama dan negara bukan dua hal yang saling bertentangan tetapi keduanya saling menguatkan. Mbak Inaya banyak mengutip pemikiran-pemikiran Ayah dan kakeknya. Mendengarkan paparan mbak Inaya seakan para peserta webinar diajak untuk menyelami pemikiran Gus Dur dan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asya'ri melalui sumber utama.


Pembicara ketiga,H. Abdullah Mas'ud,  Alumni Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah yang sekarang menjabat sebagai Kepala Bidang Organisasi Kementerian Pemuda dan Olah Raga RI. Sebelum melakukan presentasi materinya, Cak Mas'ud menyapa dan mengingatkan mbak Inaya tentang memory 15 tahun yang lalu. saat itu Cak Mas'ud yang menjabat sebagai ketua alumni TABAH mengundang Gus Dur untuk hadir ke pondok, karena sesuatu hal Gus Dur berhalangan hadir dan mengutus putri bungsunya untuk mewakilinya hadir ke pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah. Cak Mas'ud dalam kapasitasnya sebagai salah satu pejabat di kemenpora lebih banyak mengajak peserta webinar untuk refleksi terhadap problem-problem dan tantangan yang sedang dihadapi para pemuda seperti masalah narkoba dan tantangan teknologi. Beliau juga mendorong para santri dan pemuda untuk berperan aktif dalam organisasi-organisasi kepemudaan, menciptakan kreatifitas dan inovasi sehingga pemuda bisa berdaya saing.


Webinar ini diikuti oleh 170 peserta yang sebagian besar berasal dari sivitas akademika IAI TABAH, selebihnya adalah para alumni dan masyarakat umum. Wakil Gubernur jawa Timur Emil Dardak satu jam sebelum acara dimulai konfirmasi tidak bisa gabung karena ada agenda mendadak bertemu salah satu menteri. (ABT)



Posting Komentar

2 Komentar

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)