Dari Masyarakat Islam Pesisir, Untuk Peradaban Nusantara


IAI Tarbiyatut Tholabah setelah memiliki kelengkapan pejabat struktural periode 2020-2024, kemarin lusa Rabu 12 Agustus 2020 kampus di pesisir pintura Lamongan ini langsung menggelar kegiatan perdana berupa webinar Islam pesisir dengan tema: "Dari Masyarakat Islam Pesisir, Untuk Peradaban Nusantara". Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui aplikasi video conference zoom dan live di facebook Iai Tabah Lamongan. Terpantau dua ratusan peserta bergabung melalui link zoom dan seratusan peserta menonton live di facebook. Kegiatan yang rencananya dilaksanakan selama tiga jam mulai pukul 09.00 – 12.00 WIB ini diperpanjang selama 25 menit dikarenakan materi-materi yang disampaikan sangat menarik serta banyaknya pertanyaan dan tanggapan yang masuk dari para peserta, baik melalui video dan chat zoom maupun melalui komentar yang live di facebook. Webinar dipandu oleh Ahmad Badrut Tamam, dosen IAI TABAH dan dibuka secara resmi oleh Rektor IAI TABAH, Dr. Alimul Muniroh, M.Ed.



Webinar Islam pesisir ini menghadirkan empat narasumber. Narasumber pertama, Prof. Dr.H. Nur Syam, M.Si, Guru Besar Sosiologi UINSA Surabaya, penulis buku “Islam Pesisir”. Beliau memaparkan konsep Islam pesisir dan tradisi religius di masyarakat pesisir. Narasumber kedua, Nyai Hj. Lujeng Lutfiyah, M.Th.I, Dosen IAI Tarbiyatut Tholabah dan Pengasuh PP. Tarbiyatut Tholabah Lamongan berbicara mengenai pesantren dan nilai-nilai keislaman masyarakat pesisir. Narasumber ketiga, Assoc.Prof. Drs. Mahmud Musta’in, MSc.,PhD, Ketua Badan Kemaritiman PWNU Jawa Timur dan Kepala Laboratorium Infrastruktur Pantai & Pelabuhan, ITS Surabaya. Prof Musta’in menjelaskan tema pengembangan potensi dan asset masyarakat pesisir. Narasumber keempat, Dr. Abdul Muhid, M.Si, Editor in Chief Jurnal Engagement Forum Komunikasi Dosen Peneliti (FKDP). Beliau menjelaskan best practice penelitian dan pemberdayaan masyarakat pesisir. dan nilai-nilai keislaman masyarakat pesisir.

Terdapat dua tipologi kajian Islam di Indonesia. Pertama, kajian Islam bercorak sinkretisme, yaitu perpaduan antara dua atau lebih budaya (Islam, Hindu, Buddha, dan Animisme) menjadi agama Jawa. Kedua, kajian Islam bercorak akulturasi, yaitu melihat Islam dan budaya lokal sebagai sesuatu yang akulturatif, sesuai dengan prosesnya masing-masing. Keduanya bukanlah sesuatu yang antonim, tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi kompatibel dan saling berkesinambungan. Tipologi pertama didukung oleh Geertz, sementara yang kedua didukung oleh Mark Woodward.  Nur Syam merevisi corak sinkretisme Geertz, dan corak akulturatif Woodward dengan mengusung suatu sintesis. Beliau mengusung tipologi ketiga, Islam kolaboratif. Istilah ini dimaksudkan untuk menggambarkan hubungan antara Islam dan budaya lokal yang bercorak akulturatif-sinkretik.

Berbicara mengenai tema Islam pesisir, Nur Syam menjelaskan bahwa Islam datang ke nusantara melalui jalur, dibawa oleh para pedagang, kaum sufi dan pendakwah yang sebagian memutuskan untuk bermukim di pesisir Nusantara. Karena itu, pada abad ke-16 sudah terdapat komunitas Islam pesisir d Nusantara. Masyarakat pesisiran lebih mudah menerima perubahan. Watak mereka adalah egaliter, tegas, menyukai hal-hal baru, berterus terang, menyukai tantangan, dan terbuka.











Karakter islam pesisir sebagaimana dijelaskan Prof. Nur Syam tersebut sekarang menurut Nyai Hj. Lujeng Lutfiyah sudah berubah. Keterbukaan masyarakat pesisir dalam menerima hal-hal baru ternyata juga mengakibatkan mereka lebih mudah terpengaruh oleh paham-paham intoleran. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pesisir pantura Lamongan menjadi salah satu pusat munculnya orang-orang berpaham radikal. Hal itu menjadi tantangan bagi pesantren-pesantren di lamongan dalam mengembangkan dakwah Islam yang rahmatan lil alamin.

Sementara itu, prof. Mahmud Mustain, ahli kelautan ITS yg menjadi ketua Badan Kemaritiman Nahdlatul Ulama (BKNU) Jawa Timur menjelaskan pentingnya manajemen wilayah pantai yg meliputi tiga aspek yaitu pemberdayaan potensi, pengelolaan SDA (aset), dan pelestarian lingkungan. Beliau juga menekankan bahwa perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir harus berkelanjutan, dilakukan secara bersama-sama komunitas dan kemitraan, berbasis pada local knowledge, dikembangkan secara inovatif dan terintegrasi serta melakukan evaluasi terus menerus pada setiap tahapan.

Narasumber terakhir, Dr. Abdul Muhid mengingatkan perlunya menyusun rencana induk penelitian dan pemberdayaan masyarakat Islam pesisir. Pentingnya mengejawantahkan masyarakat Islam pesisir dalam pembelajaran, pengkajian, penelitian, publikasi, dan pemberdayaan masyarakat. IAI TABAH sebagai pusat pengkajian Islam pesisir harus mempunyai ciri khas dan produk-produk unggulan yang berbasis lslam pesisir, pungkas Dr. Abdul Muhid.




Rektor IAI TABAH dalam penutupan webinar membuat surprise dengan mel-aunching Pusat Pengkajian Islam Pesisir yang disingkat PASIR. Pusat pengkajian tersebut kedepannya akan dijadikan sebagai wadah yang konsen untuk merancang grand design dan road map serta segala sesuatu yang berhubungan dengan rencana pengembangan Islam pesisir. Dalam kesempatan ini juga Dr. Alimul muniroh memohon doa, dukungan serta kerja sama dari semua pihak agar cita-cita besar IAI TABAH sebagai pusat pengkajian Islam pesisir dapat terlaksana.

IAI TABAH sebagai kampus yang berada di pesisir pantai utara Lamongan yang berdampingan langsung dengan masyarakat Islam pesisir yang memiliki ciri khas tradisi dan ritual tertentu, harus bergandeng tangan dengan masyarakat untuk melakukan pengembangan-pengembangan potensi yang ada, baik melalui penelitian maupun pendampingan masyarakat. IAI TABAH juga harus terus melakukan inovasi dan terobosan kurikulum yang mengakomodir tradisi dan potensi lokal sehingga menghasilkan alumni-alumni peka terhadap lingkungannya. Terakhir, IAI TABAH harus memperkenalkan produk-produk unggulannya melaui publikasi ilmiah, baik melalui buku, jurnal dan lain sebagainya sehingga bisa diakses oleh masyarakat luas. (abt)

Posting Komentar

0 Komentar